Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah menyatakan bahwa penyidik segera akan mengalihkan kasus dugaan korupsi dalam perdagangan timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022 ke pengadilan untuk disidangkan.
“Dengan tegas, kami telah umumkan bahwa ada 22 orang tersangka yang kami yakini sebagai pelaku, yang telah menerima manfaat, dan yang menyebabkan kerugian negara, akan segera kami sidangkan,” kata Febrie di Jakarta, Rabu.
Febrie menyatakan bahwa lembaganya telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk segera menyelesaikan perhitungan kerugian keuangan negara dari kegiatan tambang timah ilegal tersebut.
Berdasarkan hasil audit BPKP, nilai kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp300 triliun, terdiri dari kerugian kerja sama PT Timah Tbk dengan swasta sebesar Rp2,285 triliun, kerugian atas pembayaran bijih timah kepada PT Timah Tbk sebesar Rp26,649 triliun, dan kerugian lingkungan sebesar Rp271,1 triliun.
Menurut Febrie, Kejaksaan tidak akan berhenti pada 22 orang tersangka yang sudah ditetapkan. Jika memiliki bukti yang cukup, pihaknya tidak ragu untuk menetapkan tersangka baru.
“Sehingga, percayalah bahwa penyidik kejaksaan ini profesional, beroperasi sesuai ketentuan, dan saya secara khusus meminta kepada Deputi BPKP dan para auditor untuk mempercepat perhitungan kerugian negara agar segera kami limpahkan,” katanya.
Jika kasus telah dilimpahkan ke pengadilan, tambah Febrie, masyarakat Indonesia dapat melihat bukti yang dibuka di pengadilan dan kesaksian saksi yang memberikan keterangan. Hal ini juga untuk menjawab pemberitaan mengenai keterlibatan seorang jenderal polisi berinisial B dalam kasus korupsi perdagangan timah tersebut.
“Jika ada keterlibatan, ada bukti di sana, kami sebagai penuntut akan membuat pernyataan di pengadilan untuk mengusulkan tersangka berdasarkan hasil persidangan,” jelasnya.
Febrie menegaskan bahwa Kejaksaan tidak terpengaruh oleh informasi dari pihak-pihak terlibat yang beredar di media sosial. Penyidik kejaksaan tidak menggunakan informasi dari media sosial sebagai acuan untuk menetapkan tersangka. “Kriteria kami adalah bukti yang kami miliki. Kami juga dibantu oleh PPATK,” tambahnya.
Selain itu, penyidik juga sedang mempelajari kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menjerat para tersangka.
“Kami akan mempelajari kasus TPPU, siapa yang menerima hasil kejahatan tersebut. Kami melakukan ini dengan cermat, bahkan sejak awal kami telah menyatakan kepada pihak yang diperiksa bahwa kami melakukan ini secara profesional dan kami meminta agar penyidik kami tidak terpengaruh oleh hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.
Febrie juga mengundang media massa untuk bersama-sama mengawal kasus korupsi perdagangan timah yang merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp300 triliun ketika disidangkan nanti di pengadilan.
“Kami senang jika penanganan kasus di kejaksaan ini diawasi dengan cermat oleh rekan-rekan media sebagai bentuk koreksi atau masukan untuk kami. Kami tidak ingin berpolemik,” kata Febrie.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Kuntadi menambahkan bahwa pihaknya saat ini sedang mempersiapkan berkas perkara, dan bahkan telah melimpahkan kasus tersebut kepada jaksa penuntut umum untuk tahap pertama.
Tentang apakah kasus ini akan disidangkan di Jakarta atau di Bangka Belitung sebagai lokasi kejadian perkara, Kuntadi menyatakan bahwa Kejaksaan sedang mempertimbangkan beberapa hal, termasuk efisiensi dan efektivitas penanganan kasus.
“Mengenai lokasi persidangan, ada beberapa lokasi kejadian perkara yang kami temukan. Keputusan mengenai tempat persidangan akan dipertimbangkan dari segi efisiensi dan efektivitas penanganan kasus, termasuk kemudahan untuk memanggil para saksi. Kami memegang prinsip cepat dan murah,” kata Kuntadi.