Jakarta (ANTARA) – Rudy Soik adalah seorang perwira polisi di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang baru-baru ini menarik perhatian publik setelah diberhentikan dari jabatannya. Sebelumnya, Rudy terlibat dalam pengungkapan kasus dugaan mafia bahan bakar minyak (BBM) yang diduga melibatkan sejumlah pihak berpengaruh di NTT. Kasus ini dimulai ketika Rudy berhasil mengidentifikasi jaringan mafia BBM ilegal yang beroperasi di wilayah tersebut. Namun, keberaniannya dalam mengungkap praktik mafia tersebut justru berujung pada pemecatan dirinya dari institusi yang selama ini diabdikannya. Pemberhentian Rudy memicu kontroversi, dengan sejumlah pihak mempertanyakan alasan di balik keputusan tersebut. Kasus BBM yang diungkapnya dinilai menyentuh kepentingan beberapa pihak berpengaruh dan diduga melanggar kode etik dalam proses penyelidikan.
Siapa sebenarnya Rudy Soik? Bagaimana perjalanan kariernya di kepolisian sebelum diberhentikan dari jabatannya? Simak profil lengkapnya berikut ini.
Profil Rudy Soik
Rudy Soik lahir pada 6 Mei 1983 di Kota Kefamenanu, Timor Tengah Utara (TTU). Saat ini, pada usia 41 tahun, ia menjabat sebagai perwira polisi berpangkat Inspektur Polisi Dua (Ipda) dan telah lama bertugas di Polda NTT. Rudy menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Yupenkris Kefamenanu, Timor Tengah Utara. Kemudian melanjutkan ke SMP Katolik Xaverius Kefamenanu, dan SMA Kristen Wonosobo, Jawa Tengah. Ia menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang dan saat ini sedang menyelesaikan tesis sebagai mahasiswa S2 Hukum di universitas yang sama.
Rudy memulai pendidikan kepolisiannya melalui Pendidikan Bintara Polri Diktukba pada tahun 2004 di Sekolah Polisi Negara (SPN) Kupang, kemudian melanjutkan pendidikan perwira melalui Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri SIP angkatan 50 pada tahun 2021 di Megamendung, Bogor. Ipda Rudy Soik memulai kariernya di kepolisian pada tahun 2004 di Satuan Intelkam Polres Kupang. Pada tahun 2007 hingga 2012, ia bertugas di Satuan Reskrim Polresta Kupang Kota, kemudian menjadi penyidik di Ditkrimsus Polda NTT pada periode 2012 hingga 2014. Pada 2014, ia ditugaskan dalam Satgas Human Trafficking Polda NTT hingga tahun 2016. Setelah itu, Rudy melanjutkan tugasnya sebagai penyidik di Satreskrim Polres Timor Tengah Selatan pada 2016 sampai 2019, lalu bergabung sebagai penyidik di Subdit TPPO Ditkrimum Polda NTT pada tahun 2019 hingga 2020. Pada tahun 2020, ia kembali menjadi penyidik di Ditkrimsus Polda NTT hingga 2022, sebelum akhirnya diangkat menjadi Kapolsek Biboki Utara, Timor Tengah Utara (TTU) pada tahun yang sama. Pada 2022, Rudy menjabat sebagai Kanit Tipidkor Polresta Kupang Kota, lalu pindah menjadi Kanit Reskrim Polsek Kota Raja, Kota Kupang pada tahun 2023. Ia kemudian dipercaya sebagai KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota hingga Juli 2024 sebelum dipindahkan ke Yanma Polda NTT.
Selama bertugas, Rudy berhasil mengungkap sejumlah kasus, antara lain kasus peredaran uang dolar AS palsu dengan tersangka Jimy King, serta kasus BBM ilegal yang melibatkan Direktur PT Sinar Bangunan. Pengungkapannya terhadap kasus korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP) di Dinas Pendidikan Timor Tengah Selatan (TTS) dengan tersangka Seperianus Ola. Rudy juga turut mengusut kasus pembunuhan dengan tersangka TK, seorang pemilik lahan seluas 200 hektare di Kota Kupang. Dalam penanganan kasus perdagangan orang, Rudy mengungkap kasus yang melibatkan sejumlah tersangka, di antaranya Boy Apeles Moy dan Yusmina Neno Halan. Di bidang yang sama, ia juga berhasil menangani kasus perdagangan orang dengan tersangka Selvi Margarita Koy, Yanti Banu, serta Davi Tabana. Rudy juga berhasil mengungkap kasus perdagangan orang lainnya yang melibatkan tersangka Habel Pah, Martinus Nenobota, Florentina Leoklaran, Sarifudin asal Sulawesi Selatan, Jiter Oris Benu, serta Tedy Mo yang terkait dengan PT Malindo Mitra Perkasa. Prestasi ini menunjukkan konsistensi Rudy dalam mengungkap berbagai kejahatan serius selama bertugas.
Namun, sayangnya, ia baru-baru ini diberhentikan secara tidak hormat dari institusi Polri. Keputusan ini diambil setelah dirinya dinilai melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri dalam proses penyelidikan kasus yang diduga melibatkan jaringan mafia BBM.
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024