Friday, November 22, 2024
HomeBeritaBela Gibran dan Prof Jimly Asshiddiqie: Hakim PTUN Harus Ditangkap Jika Membatalkan...

Bela Gibran dan Prof Jimly Asshiddiqie: Hakim PTUN Harus Ditangkap Jika Membatalkan Pelantikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Rencana pembacaan keputusan dalam perkara yang diajukan oleh Presiden Kelima RI dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri tidak dapat dilaksanakan pada Kamis (10/10/2024).

Penundaan tersebut disebabkan oleh sakitnya Ketua majelis hakim dalam Persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam perkara No.133/G/TF/2024/PTUN.JKT. Sidang untuk pembacaan putusan dijadwalkan ulang pada Kamis (24/10/2024) mendatang.

Profesor Hukum Tata Negara, Prof Jimly Asshiddiqie, berpendapat bahwa majelis hakim PTUN Jakarta dapat dilaporkan apabila memutuskan pembatalan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Pasalnya, pelantikan yang dijadwalkan pada 20 Oktober 2024 merupakan keputusan final yang tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh lembaga manapun.

Menurutnya, baik PTUN maupun Mahkamah Agung (MA) tidak memiliki kewenangan untuk mengubah jadwal pelantikan tersebut, apalagi membatalkan. Sebab, keputusan final dan mengikat telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan diatur dengan tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Apabila PTUN memutuskan untuk membatalkan, maka majelis hakimnya harus ditangkap, diberhentikan, bahkan dipenjarakan dengan hukuman yang sangat berat, karena telah melanggar konstitusi negara,” ujar Jimly seperti dilansir dari hukumonline, Jumat (11/10/2024).

Jimly juga menyinggung bahwa jika majelis hakim PTUN Jakarta ingin mencoba, mereka akan menjadi bagian dari sejarah. Hakim PTUN yang memutuskan untuk membatalkan pelantikan bisa ditangkap dan diadili. Lebih baik biarkan majelis hakim di pengadilan negeri yang menentukan. Selain itu, hal tersebut juga perlu dilaporkan kepada Komisi Yudisial (KY) untuk diproses hingga pemecatan karena tidak profesional dan menyalahgunakan kekuasaan dengan merusak sistem konstitusi.

RELATED ARTICLES

Berita populer