Sebuah suara kritis yang menggebu terus mengelilingi Partai Amanat Nasional (PAN). Kali ini, seorang kader perempuan PAN dari Jakarta, Robihatta Hasibuan, mengungkapkan kegelisahannya terhadap kepemimpinan Ketua Umum Zulkifli Hasan (Zulhas).
Robihatta mencurahkan rasa khawatir yang sudah lama terpendam di kalangan perempuan PAN. Ia menegaskan bahwa perempuan di PAN bukanlah hanya sebagai pelengkap, tetapi juga memiliki peran sebagai penggerak.
Menurut Robihatta, peran perempuan dalam partai cenderung hanya simbolis dalam kampanye, tanpa adanya kontribusi nyata dalam pengambilan keputusan. Ia menekankan bahwa perempuan di PAN bukanlah boneka politik atau pelengkap saja.
Dalam pernyataannya, Robihatta juga menyoroti perubahan suasana di internal PAN. Ia menunjukkan bahwa dari semangat reformasi yang ditunjukkan pada awalnya, kini PAN menjadi lebih tertutup dan tidak ramah terhadap kritik.
Kritik yang disampaikan oleh Robihatta bukanlah untuk merusak partai, namun sebagai usaha untuk memberikan peringatan terhadap stagnasi dan masalah internal yang mungkin mempengaruhi pergerakan partai.
Robihatta mendorong adanya ruang dialog yang lebih terbuka serta pengakuan yang setara terhadap ide-ide yang diajukan oleh perempuan di dalam partai. Ia juga menyinggung Tragedi Trisakti 1998 sebagai simbol bahwa perubahan hanya dapat terwujud melalui keberanian dan suara yang jujur.
Melalui ungkapannya, Robihatta berharap agar PAN mampu menghadapi kritik dengan bijaksana dan memberikan ruang yang lebih inklusif bagi perempuan dalam proses pengambilan keputusan dan pembahasan strategi partai.