Penggunaan ijazah palsu dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum dan termasuk dalam kategori pemalsuan surat, sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 263 KUHP mengatur bahwa siapa pun yang membuat atau menggunakan ijazah palsu dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara maksimal enam tahun. Hal ini berlaku jika ijazah palsu tersebut digunakan untuk tujuan tertentu yang dapat menimbulkan kerugian. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 juga mengatur mengenai sanksi terhadap pelaku pemalsuan dan pengguna ijazah palsu, dengan ancaman hukuman penjara hingga enam tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.
Selain itu, Pasal 272 dalam KUHP baru juga mengatur sanksi khusus bagi pelaku pemalsuan ijazah, sertifikat kompetensi, atau gelar akademik dengan ancaman hukuman penjara hingga enam tahun atau denda maksimal Rp200 juta. Penggunaan ijazah palsu juga diancam dengan sanksi yang sama. Pemerintah dan aparat penegak hukum mengimbau agar masyarakat tidak menggunakan atau membuat ijazah palsu karena selain melanggar hukum, tindakan ini juga merusak integritas sistem pendidikan dan dunia kerja di Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk mematuhi aturan hukum terkait penggunaan ijazah agar terhindar dari sanksi pidana yang berlaku.