Dalam proses jual beli properti di Indonesia, dua dokumen hukum yang sering digunakan adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB). Kedua dokumen ini memiliki peran penting dalam memastikan legalitas dan kepastian hukum dalam transaksi properti. Meskipun keduanya terkait dengan transaksi properti, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya yang penting untuk dipahami oleh calon pembeli. Memahami perbedaan ini akan membantu pembeli dalam mengambil keputusan yang tepat dan menghindari potensi sengketa di kemudian hari.
PPJB merupakan perjanjian awal antara penjual dan pembeli yang menyatakan komitmen untuk melakukan transaksi jual beli properti di masa depan. Dokumen ini biasanya digunakan ketika properti masih dalam tahap pembangunan atau pembayaran belum lunas. Fungsi utama PPJB adalah mengikat kedua belah pihak agar tidak melakukan transaksi serupa dengan pihak lain sebelum AJB ditandatangani. Dengan demikian, PPJB memberikan kepastian hukum sementara bagi kedua pihak sebelum transaksi resmi disahkan melalui AJB.
Di sisi lain, AJB adalah dokumen resmi yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menyatakan bahwa hak milik atas properti telah berpindah dari penjual kepada pembeli. Dokumen ini menandai penyelesaian akhir dari proses jual beli properti. AJB memiliki kekuatan hukum penuh dan digunakan sebagai dasar untuk pengurusan sertifikat baru di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Oleh karena itu, keberadaan AJB sangat penting untuk memastikan legalitas kepemilikan properti secara sah di mata hukum.
Perbedaan antara AJB dan PPJB sangat penting bagi calon pembeli properti. PPJB berfungsi sebagai perjanjian awal yang mengikat kedua belah pihak sebelum transaksi resmi dilakukan, sementara AJB adalah dokumen resmi yang menyatakan peralihan hak milik atas properti. Pastikan untuk berkonsultasi dengan notaris atau PPAT untuk memastikan semua proses dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku agar transaksi properti berjalan lancar dan aman.