Setiap tanggal 4 Desember, Indonesia memperingati Hari Artileri Nasional. Momen ini menjadi kesempatan penting untuk mengenang perjuangan bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan, sekaligus merefleksikan perkembangan persenjataan artileri di Indonesia. Sejarah penggunaan artileri di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dan berlanjut pada era pendudukan Jepang. Ketika Jepang menyerah pada tanggal 16 Agustus 1945, sejumlah pemuda Indonesia dengan sigap mengambil alih persenjataan artileri milik tentara Kekaisaran Jepang. Salah satu tokoh yang berperan penting adalah Sadikin, seorang mantan sersan KNIL yang kemudian menjadi sersan mayor di Heiho, bagian dari Artileri Pertahanan Udara Jepang. Peran tokoh ini memainkan peran penting dalam perkembangan artileri. Meskipun demikian, pasca-kemerdekaan, banyak pemuda Indonesia belum terlatih untuk mengoperasikan artileri dengan baik. Puncak konflik terjadi dalam Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, di mana kehadiran J. Minggu, seorang pejuang yang sebelumnya bergabung dengan KNIL, membawa perubahan penting dalam pengoperasian artileri melawan pasukan Sekutu. Sejarah Artileri Nasional Indonesia juga melibatkan sejumlah tokoh penting seperti Soerie Santoso, mayor pribumi pertama di artileri, dan beberapa tokoh lain yang memberikan kontribusi dalam pengembangan artileri Indonesia. Lahirnya Hari Artileri Nasional ditandai dengan peresmian Markas Artileri di Yogyakarta pada 4 Desember 1945 oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo. Hari Artileri Nasional menjadi pengingat akan peran vital artileri dalam perjuangan kemerdekaan dan pentingnya memelihara semangat kemerdekaan yang dijuangkan oleh para pejuang.