Beberapa waktu yang lalu, kasus Toyota Fortuner yang menjadi penyebab kecelakaan di Tol MBZ (Sheik Mohammed bin Zayed) viral dan menimbulkan korban dari penumpang kendaraan lain. Lebih parahnya lagi, dari rekaman kamera dashboard, Fortuner yang awalnya menggunakan plat dinas polisi 7-VII menjadi plat sipil berwarna putih.
Namun, di luar topik sebab-akibat, serta pergantian plat nomor pada mobil tersebut, banyak yang penasaran, apakah jika seorang anggota atau kendaraan polisi terlibat kecelakaan akan mendapatkan sanksi seperti warga sipil pada umumnya?
Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Transportasi dan Hukum Budiyanto menyatakan bahwa oknum atau anggota Polri yang terlibat kecelakaan lalu lintas, tetap harus tunduk pada hukum yang sama dengan orang sipil lainnya yang memiliki hak dan kewajiban. Budiyanto juga menyebutkan bahwa setiap anggota polisi juga sudah diatur kode etik kepolisian, seperti yang diatur dalam pasal 29 Undang-Undang tentang Kepolisian.
Penanganan terhadap kasus lalu lintas yang melibatkan oknum anggota kepolisian akan mengacu pada KUHAP Nomor 8 tahun 1981 dan Peraturan Kapolri No 15 tahun 2013 tentang tata cara penanganan Kecelakaan lalu lintas. Setelah proses penyidikan selesai, kasus melibatkan Traffic Accident Analysis (TAA) ini dapat menggambarkan kronologis kejadian dari awal hingga akhir.
Jika pengemudi Toyota Fortuner polisi terlibat dalam kecelakaan, maka bisa dikenakan pasal 310 atau 311 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Jika pelaku kabur tanpa memberikan pertolongan, maka bisa dikenakan pasal 312 UU No 22/2009 tentang LLAJ.
Dengan demikian, aturan tersebut berlaku bagi semua pihak yang mengemudikan kendaraan bermotor, termasuk anggota kepolisian yang sedang berkendara di jalan raya. Namun, pertanyaannya adalah apakah aturan tersebut dapat ditegakkan jika yang terlibat adalah aparat?